Selasa, 18 November 2014

Lima




Beberapa hari telah berlalu, sekarang aku telah terbiasa dengan kekuatan ini. Seperti yang ibu katakan, kekuatan itu mengalir dalam tubuhku. Mengisi dan memenuhi setiap kekosongan dalam diriku, menjadikan aku kuat dengan kemampuan yang luar biasa. Aku serasa di atas angin, satu sekolah membicarakanku. Serasa jadi selebritis, aku menjadi popular di kalangan teman-temanku. Tidak hanya itu, aku pun menjadi pusat perhatian para guru.
Kemampuan ku dalam menerima pelajaran sangat luar biasa, apalagi psikomotor. Hampir setiap kali praktek aku mendapat nilai sempurna, tak cuma itu aku juga sering sekali memecahkan rekor. Seperti lari tercepat dengan angka seratus meter per delapan detik, atau lompatan terjauh sekitar enam meter dan masih banyak lagi yang lainnya. 
Tubuhku terasa sangat ringan, dan kekuatanku sangat besar. Aku merasa bisa mengalahkan siapapun dalam pertandingan, ntah mengapa aku sangat optimis. Semenjak kejadian waktu itu aku menjadi sangat aktif, lebih agresif dan bahkan terkesan sensitive. Aku merasa bukan Vriska yang dulu, tapi aku senang.
Dulu itu aku sangat pasif, tak banyak bicara dan cendrung pendiam. Bila ditanya aku hanya menjawab seperlunya, dan terkadang aku pun malu untuk bertanya kembali. Meskipun demikian aku tetap Vriska, masih sama seperti yang dulu. Tak ada bedanya, hanya sedikit perubahan.
Menjadi lebih aktif apa salahnya, toh itu malah bagus. Berarti aku mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitar, apalagi kurikulum sekarang kan mewajibkan siswanya agar mandiri. Bagaimana mungkin aku menjadi mandiri kalau aku masih pemalu, tak bisa beradaptasi.
Aku bersyukur mendapat anugrah ini, biarpun tidak semuanya mengenakan. Terkadang ada juga sisi lain dari kekuatan ini yang menjadi kelemahanku, seperti suara tanpa rupa Ibu yang selalu menemaniku ketika aku sendiri. Mungkin itu wajar, namun ketika anak-anak melihat itu aku dibilang aneh. Maklum sih yang namanya kelebihan itu tak lepas dari kekurangan, apalagi kalau kelebihan itu bersipat luar biasa pasti kelemahannya akan luar biasa juga.
Tak apalah, namanya juga manusia. Tiada yang sempurna di dunia ini, yang jelas sekarang bagaimana aku memangfaatkan kekuatan ini sebaik-baiknya. Seperti yang Ibu katakan, makin aku terbiasa makin aku luar biasa.

***

Hari ini adalah weekend, aku telah mengatur jadwal bersama teman-temanku. Minggu besok kami akan pergi ke BIP, melihat pawai para supporter persib alias Viking yang katanya akan merayakan kemenangan tim Maung Bandung tersebut. Biasanya sih aku jarang ikut yang seperti ini, aku lebih terbiasa di rumah. Tapi apa salahnya sekali-kali aku hangout bareng temen-temen, kan nggak selamanya aku bakal di rumah.
Yang akan pergi adalah Aku, Hasbi, sama temen-temen kak Basri. Biarpun kegiatannya besok, tapi rencananya aku sama Hasbi terus kak basri bakal pergi hari ini. Soalnya kata kak Basri kalo aku dan Hasbi bareng sama temen-temennya, entar aku bakal di gangguin. Maklumlah temen kak Basri tuh, kan anak punk semua.
“Has dah siap?”
“Iya Kak!” Hasbi menyalakan motornya.
“Kamu udah Vris?”
Aku naik motor kak Basri, maklumlah aku belum punya SIM.
“Oke, aku udah!”
“Pegangan ya!” kak basri menyalakan motornya, “Ya udah yuk pergi!” kemudian dia menarik gasnya pelan. Tahulah kan dia lagi ngebonceng aku, kalo dia langsung tancap gas kayak Hasbi aku bakal langsung jatuh.
Kami berangkat dari jalan Kolmas, melewati Ramayana dan menuju Bandung Kota. Sesampainya di jembatan layang, kami terpaksa menghentikan motor kami. Kami harus menunggu sebentar untuk lewat, karena rupanya kereta akan melaju di rel pasar Cimindi.
Memperhatikan setiap gerbong yang lewat, perasaanku jadi aneh. Gerbong kedua kereta yang baru saja melintas di hadapanku bergetar, gerbong itu memancarkan energy yang aneh. Entah kak Basri merasakannya juga atau tidak, tapi itu sangat jelas terlihat olehku. Aku merasa ada sesuatu di gerbong itu, tapi apa.
Setelah palang pintu rel terbuka, kami pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Tepat sesaat setelah palang tersebut terbuka, Hasbi langsung melajukan motornya. Namun tak pernah kami duga sebelumnya, sebuah kereta kembali melaju dari arah yang berlawanan.
Dia langsung menghantam bagian depan motor Hasbi dengan keras, Hasbi langsung terpental beberapa meter kebelakang di ikuti oleh suara-suara bising dari dalam gerbong. Sepeda motornya langsung remuk tak berbentuk, namun kereta itu terus melaju di jalurnya seperti tanpa ada gangguan.
HASBIII…..
Kak Basri dan aku langsung turun dari motor, kami menghampiri tubuh Hasbi yang tergeletak beberapa meter dari jalur kereta. Kak Basri langsung memeluk tubuh Hasbi yang bersimbah darah, beliau mengangkat dan menaikannya ke atas sepeda motor.
Berharap Hasbi masih bisa tertolong, Kak Basri membawanya ke rumah sakit terdekat. Ntah apa yang beliau pikirkan, tapi kejadian ini membawa terauma besar dalam hidupnya. Adik yang selama ini beliau sayangi, tertabrak di hadapannya sendiri. Ini tentu sangat berat, apalagi melihat kedekatan mereka selama ini.
Seperti hal nya kak Basri, aku pun merasa terpukul atas kejadian ini. seorang sahabat yang selama ini menemaniku, mengalami kejadian yang begitu teragis. Hatiku sangat sakit, apalagi kejadian ini terjadi di hadapanku sendiri.
Namun yang aku tidak mengerti, kenapa palang perlintasan dibuka sementara masih ada kereta yang akan melaju. Ini sangat mencurigakan, sungguh janggal. Apa mungkin mereka sengaja membuka palang perlintasan agar terjadi kecelakaan, ini tak wajar.
“Tunggu dulu, kereta tadi.” Aku memandangi kereta yang lewat tadi, entah mengapa aku masih bisa melihat kereta yang melaju tadi dari jarak yang sejauh itu. “Itu… Itu…”
Aku berlari menyusul kereta itu, tak kan kubiarkan dia lolos. Mereka yang berada di dalam kereta itu yang menyebabkan Hasbi celaka, aku harus menangkap mereka. Awas kalian, jangan lari…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar