Beberapa
hari telah berlalu, sekarang aku telah terbiasa dengan kekuatan ini. Seperti
yang ibu katakan, kekuatan itu mengalir dalam tubuhku. Mengisi dan memenuhi
setiap kekosongan dalam diriku, menjadikan aku kuat dengan kemampuan yang luar
biasa. Aku serasa di atas angin, satu sekolah membicarakanku. Serasa jadi
selebritis, aku menjadi popular di kalangan teman-temanku. Tidak hanya itu, aku
pun menjadi pusat perhatian para guru.
Kemampuan
ku dalam menerima pelajaran sangat luar biasa, apalagi psikomotor. Hampir
setiap kali praktek aku mendapat nilai sempurna, tak cuma itu aku juga sering
sekali memecahkan rekor. Seperti lari tercepat dengan angka seratus meter per
delapan detik, atau lompatan terjauh sekitar enam meter dan masih banyak lagi
yang lainnya.
Tubuhku
terasa sangat ringan, dan kekuatanku sangat besar. Aku merasa bisa mengalahkan
siapapun dalam pertandingan, ntah mengapa aku sangat optimis. Semenjak kejadian
waktu itu aku menjadi sangat aktif, lebih agresif dan bahkan terkesan
sensitive. Aku merasa bukan Vriska yang dulu, tapi aku senang.
Dulu
itu aku sangat pasif, tak banyak bicara dan cendrung pendiam. Bila ditanya aku
hanya menjawab seperlunya, dan terkadang aku pun malu untuk bertanya kembali.
Meskipun demikian aku tetap Vriska, masih sama seperti yang dulu. Tak ada
bedanya, hanya sedikit perubahan.
Menjadi
lebih aktif apa salahnya, toh itu malah bagus. Berarti aku mampu beradaptasi
dengan lingkungan sekitar, apalagi kurikulum sekarang kan mewajibkan siswanya
agar mandiri. Bagaimana mungkin aku menjadi mandiri kalau aku masih pemalu, tak
bisa beradaptasi.
Aku
bersyukur mendapat anugrah ini, biarpun tidak semuanya mengenakan. Terkadang
ada juga sisi lain dari kekuatan ini yang menjadi kelemahanku, seperti suara
tanpa rupa Ibu yang selalu menemaniku ketika aku sendiri. Mungkin itu wajar,
namun ketika anak-anak melihat itu aku dibilang aneh. Maklum sih yang namanya
kelebihan itu tak lepas dari kekurangan, apalagi kalau kelebihan itu bersipat
luar biasa pasti kelemahannya akan luar biasa juga.
Tak
apalah, namanya juga manusia. Tiada yang sempurna di dunia ini, yang jelas
sekarang bagaimana aku memangfaatkan kekuatan ini sebaik-baiknya. Seperti yang
Ibu katakan, makin aku terbiasa makin aku luar biasa.
***
Hari
ini adalah weekend, aku telah
mengatur jadwal bersama teman-temanku. Minggu besok kami akan pergi ke BIP,
melihat pawai para supporter persib alias Viking yang katanya akan merayakan
kemenangan tim Maung Bandung tersebut. Biasanya sih aku jarang ikut yang
seperti ini, aku lebih terbiasa di rumah. Tapi apa salahnya sekali-kali aku hangout bareng temen-temen, kan nggak
selamanya aku bakal di rumah.
Yang
akan pergi adalah Aku, Hasbi, sama temen-temen kak Basri. Biarpun kegiatannya
besok, tapi rencananya aku sama Hasbi terus kak basri bakal pergi hari ini.
Soalnya kata kak Basri kalo aku dan Hasbi bareng sama temen-temennya, entar aku
bakal di gangguin. Maklumlah temen kak Basri tuh, kan anak punk semua.
“Has
dah siap?”
“Iya
Kak!” Hasbi menyalakan motornya.
“Kamu
udah Vris?”
Aku
naik motor kak Basri, maklumlah aku belum punya SIM.
“Oke,
aku udah!”
“Pegangan
ya!” kak basri menyalakan motornya, “Ya udah yuk pergi!” kemudian dia menarik
gasnya pelan. Tahulah kan dia lagi ngebonceng aku, kalo dia langsung tancap gas
kayak Hasbi aku bakal langsung jatuh.
Kami
berangkat dari jalan Kolmas, melewati Ramayana dan menuju Bandung Kota.
Sesampainya di jembatan layang, kami terpaksa menghentikan motor kami. Kami
harus menunggu sebentar untuk lewat, karena rupanya kereta akan melaju di rel
pasar Cimindi.
Memperhatikan
setiap gerbong yang lewat, perasaanku jadi aneh. Gerbong kedua kereta yang baru
saja melintas di hadapanku bergetar, gerbong itu memancarkan energy yang aneh.
Entah kak Basri merasakannya juga atau tidak, tapi itu sangat jelas terlihat
olehku. Aku merasa ada sesuatu di gerbong itu, tapi apa.
Setelah
palang pintu rel terbuka, kami pun bersiap untuk melanjutkan perjalanan. Tepat
sesaat setelah palang tersebut terbuka, Hasbi langsung melajukan motornya.
Namun tak pernah kami duga sebelumnya, sebuah kereta kembali melaju dari arah
yang berlawanan.
Dia
langsung menghantam bagian depan motor Hasbi dengan keras, Hasbi langsung
terpental beberapa meter kebelakang di ikuti oleh suara-suara bising dari dalam
gerbong. Sepeda motornya langsung remuk tak berbentuk, namun kereta itu terus
melaju di jalurnya seperti tanpa ada gangguan.
HASBIII…..
Kak
Basri dan aku langsung turun dari motor, kami menghampiri tubuh Hasbi yang
tergeletak beberapa meter dari jalur kereta. Kak Basri langsung memeluk tubuh
Hasbi yang bersimbah darah, beliau mengangkat dan menaikannya ke atas sepeda
motor.
Berharap
Hasbi masih bisa tertolong, Kak Basri membawanya ke rumah sakit terdekat. Ntah apa
yang beliau pikirkan, tapi kejadian ini membawa terauma besar dalam hidupnya.
Adik yang selama ini beliau sayangi, tertabrak di hadapannya sendiri. Ini tentu
sangat berat, apalagi melihat kedekatan mereka selama ini.
Seperti
hal nya kak Basri, aku pun merasa terpukul atas kejadian ini. seorang sahabat
yang selama ini menemaniku, mengalami kejadian yang begitu teragis. Hatiku
sangat sakit, apalagi kejadian ini terjadi di hadapanku sendiri.
Namun
yang aku tidak mengerti, kenapa palang perlintasan dibuka sementara masih ada
kereta yang akan melaju. Ini sangat mencurigakan, sungguh janggal. Apa mungkin
mereka sengaja membuka palang perlintasan agar terjadi kecelakaan, ini tak
wajar.
“Tunggu
dulu, kereta tadi.” Aku memandangi kereta yang lewat tadi, entah mengapa aku
masih bisa melihat kereta yang melaju tadi dari jarak yang sejauh itu. “Itu…
Itu…”
Aku
berlari menyusul kereta itu, tak kan kubiarkan dia lolos. Mereka yang berada di
dalam kereta itu yang menyebabkan Hasbi celaka, aku harus menangkap mereka. Awas
kalian, jangan lari…