“Ya ampun
Azra, Hasbi kalian pada kemana?”
Apa
mungkin kalian nyasar di bukit belakang sekolah, apa bener kalian nggak tahu
jalan. Ini nggak mungkin, kan kalian yang pertama ngenalin aku sama bukit
belakang. Kalian nggak mungkin nyasar, kalian udah kenal banget daerah itu.
“Ya ampun
Azra, Hasbi kemana sih?”
Vriska putriku…
“Ibu…”
itu suara ibu, “Ibu dimana, bu?”
Vriska tenanglah, kedua sahabatmu baik-baik saja!
Mereka masih berada di bukit sana…
“Ibu,
gimana ibu bisa tahu?”
Vriska itu tidak penting, sekarang cepat jemput
mereka. Mereka membutuhkan bantuanmu, cepat tolong mereka!
“Tapi aku
nggak tahu dimana mereka bu…”
Tenanglah, ibu akan membimbingmu menemui mereka.
Sekarang pejamkan matamu Vriska…
“Iya bu,
Vriska bakal tutup mata!”, kemudian aku memejamkan kedua mataku.
Sekarang, pusatkan pikiran kamu pada mereka! Biarkan
angin membimbingmu, biarkan udara membawamu…
“Azra,
Hasbi…” perlahan pikiranku muali melayang. Hembusan udara dan suara angin yang
menerpaku perlahan memberikan gambaran, terbayang jelas dalam pikiranku tempat
di mana Azra dan Hasbi berada. Sebuah tebing yang curam ada di depan mereka,
kemudian terlihat seekor harimau tengah mengintai mereka dari balik
semak-semak. “Azra, Hasbi jangan!”
Sepontan
aku membuka keduamataku, tak kukira mereka masih disan dalam bahaya.
Vriska, Apa kamu menemukan mereka. Mereka
membutuhkan bantuanmu, tolonglah mereka…
“Iya bu. Aku
harus nolong mereka, harus!”
Harimau
tadi membuatku cemas, pikiranku dipenuhi bayang-bayang tentang Azra dan Hasbi.
Aku takut mereka kenapa-napa, aku tak ingin mereka celaka…
Lekaslah Vriska, jangan buang waktu lagi. Cepat
tolong mereka!
***
“Ra, loe
yakin jalannya kesini? Perasaan kita dari tadi muter-muter mulu deh.”
“Ahh…
berisik deh! Aku yakin kemarin tuh kita kesini, lagian kita kan udah sering
ngelewatin tempat ini. masa kita nyasar sih?”
“Tapi gue
nggak yakin Ra, kita cuman mondar mandir ngelilingin tempat yang sama liat!” Hasbi
menunjuk sebuah gundukan batu yang ada pinggir jalan setapak di depan mereka,
“Kita ngelewatin tempat ini beberapa kali, apa loe masih nggak percaya?”
“Bentar,
ini nggak mungkin…” Azra membuka tasnya dan mengeluarkan sesuatu dari dalamya,
sebuah kompas. “Ya ampun…”
“Ra
kenapa?”
“Ya ampun
Bi, kamu bener!” Azra menunjukan kompas yang dipegangnya pada Hasbi, jarumnya
berputar tak tentu arah. “Kompasnya rusak, kita nyasar!”
“Hah…
gimana donk? Masa kita harus tinggal disini…”
“Hus
diem, udah deh tenang aja. Kita bakal keluar kok, mungpung masih pagi mending
kita terusin aja!”
“Tapi Ra,
gue nggak yakin buat ngelanjutin perjalanan kayaknya”
“Apa kamu
mau diem disisni?”
Hasbi
menggeleng.
“Nggak
kan, kalo gitu ayo!”
“Ntar deh
Ra, gue capek nih. Pingin istirahat, dari tadi kita jalan terus!”
“Ya udah!
Tapi nggak lama Oke…”
Hasbi pun
duduk, Azra agak mengambil jarak dengan Hasbi. Sambil istirahat, Mereka membuka
tas masing-masing dan memeriksa perbekalan.
Entah
mengapa sebuah syair terlantun dengan pelan, tidak seorangpun dari mereka yang
menyadari lantunan tersebut. Mereka tetap focus pada kegiatan mereka
masing-masing…
Sepasang mata mengintai, menyatu dengan rerumputan.
Melangkah dengan perlahan, siap menyergap dan menerkam. Meraung dalam
kesunyian, melolong dari kehampaan…
“Ya ampun
Ra” Hasbi kaget dan berlari menuju Azra, “Yang barusan itu apa?”
“Apa
sih?”
“Barusan”
Tangan Hasbi menggenggam erat bahu Azra, “Barusan Ra. Loe nggak denger?”
“Iya
apa?” Azra menyibakkan rambutnya, kemudian melepas headset yang entah sejak kapan terpasang di telinganya. “Apaan?”
Hasbi
mengguncang tubuh Azra.
“Ra, loe
nggak denger?”
“Apaan
sih?” Azra melihat sekeliling, “Nggak ada apa-apa!”
“Suara!”
Hasbi terlihat makin gelisah. “Suara yang tadi!”
“Yang
mana sih? Nggak ada apa-apa Bi, nggak ada apa-apa!” Azra berusaha menenangkan
Hasbi, “Mungkin itu Cuma perasaan kamu aja, udah ya nggak apa-apa!” tapi…
Aarrggghhh…
Raungan
keras dari balik semak mengagetkan mereka, sontak mereka berdiri dan saling
berpeganagn tangan.
“Tuh kan
Ra, apa gue bilang. Itu nyata, itu nyata Ra!”
“Oke deh
aku percaya, kamu bener…”
Perlahan
semak itu bergerak, menggetarkan keberanian kedua sahabat tersebut. Dari
baliknya keluar sebuah tangan bercakar tajam, disusul oleh tangan lainya.
Kemudian sepasang cahaya merah menyala tepat di antara kedua tangan bercakar
itu, sepasang mata. Dia keluar, melompat dari balik semak. Menunjukan taring
besar dan rahang yang kuat, diimbangi dengan tubuh kekar perkasa sang raja
rimba.
***
“AAAAA…..”
Azra,
Hasbi. Aku harus cepat, mereka dalam bahaya. Aku terus berlari menyusuri jalan
setapak menuju bukit belakang, aku harus segera menyelamatkan Azra dan Hasbi.
“Azra,
Hasbi!”
Cepatlah Vriska! Selamatkan
mereka! Lari, lari bagai kilat. Kamu bisa, ayo cepat!
Tubuhku
terasa sangat ringan, aku merasa seperti angin. Aku bisa berlari melewati
rumput dan pohon dalam sekali terjang, aku merasa sangat luar biasa.
“Ibu,
baik Vriska akan lari!” Azra, Hasbi tunggu. Dari kejauhan telah nampak dua
orang gadis sedang berdiri, di depan mereka merangkak seekor hariamu besar
bermata taja. “Itu, itu mereka. Azra! Hasbi!”
“Vriska,
itu Vriska…” asbi hiusteris, dia mendengar teriakan periska.
“Azra,
Hasbi kalian nggak apa-apa?” seketika aku sudah berada di depan mereka, kulihat
Azra dan hasbi sedang berdiri. Mereka tampak tegang, seperti orang yang
ketakutan.
“Vris
Belakang kamu!” Hasbi mengacungkan telunjuknya ke arahku.
Saat
aku berbalik.
ARRRGGGHHH…
Seekor
harimau besar, tengah membuka mulutnya di depanku. Seketika nyaliku menciut,
aku tak tahu harus berbuat apa. Azra dan Hasbi hanya terpaku melihatku, dan
makhluk itu semakin mendekat. Pelan tapi pasti, makhluk itu bergerak ke arahku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar