Minggu, 01 Februari 2015

Arang



“Akhirnya Ja, makanannya abis juga…” Asri membereskan bambu dan daun bekas makan. “Enak banget ya, apalagi kalo bareng-bareng.” Dia tersenyum.
“Iya,” jawabku dengan riang.
“Sri sekarang udah tengah malam,” Tia mengingatkan. “Kita berangkat sekarang, atau nganterin… Dia dulu?” matanya melihat padaku.
“Ja, kamu berani pulang sendiri enggak?” Asri bertanya.
Aku hanya terdiam.
“Kalo enggak kamu punya dua pilihan,” ujarnya. “Kertama kamu ikut Aku sama Tia, atau Kamu berani nunggu disini?”

Tunggu dulu, Asri bilang nunggu disini. Di tempat angker kayak gini, enggak salah tuh. Mending ikut aja deh, daripada aku harus nunggu sendirian disini. Mana sepi lagi, aku enggak berani…

“Ada pilihan lain enggak, masa Aku nunggu di tempat kayak gini. Aku enggak berani…” pintaku mengajukan penawaran.
“Sri kita anterin aja Novi kerumahnya, aku rasa enggak bagus juga bawa dia sama urusan kita.” Tia melihatku, “Kalo nunggu disini, jelas enggak mungkin. Dia enggak berani, terpaksa kita harus nganterin dia pulang.”
Aku merasa tersinggung dengan ucapan Tia, tapi apa daya yang dikatakannya benar. Aku enggak mungkin nunggu di tempat kayak gini sendirian, dan aku juga enggak mungkin ikut sama mereka.
“Ya udah, kita anterin Puja pulang.”
Aku tersenyum.
“Tapi… nih Ja, barang punya kamu kan?”
Asri memberikan ponselku yang tadi lupa kubawa saat keluar dari kelas, dan bukan cuma itu. Dia juga mengembalikan semua barangku yang tertinggal saat kebakaran, tas Aina, sherlya, Nurja, Hasan, Maul dan yauri juga ada. Barang-barang temanku juga dikembalikannya, ini luar biasa.
“Bagaimana kamu…”
“Itu enggak penting,” Potong Asri. “Yang penting barang-barang kalian aman.”
“Sri cepet!” Tia memberi isyarat, “Kalo lebih lama lagi, kita bisa kehabisan waktu. Cepetan!”
“Ya udah, Ja barang-barang ini aku titip di rumah kamu. Kalo besok temen kamu nanyain, jawab aja pemadam kebakaran yang ngambil. Oke...”
Aku hanya mengangguk.
“Ti… ayo!”
“Novi, kamu naik punggung aku.” Tia berkata, “Barang-barang kamu biar Asri yang bawa!”
Hati-hati aku naik ke punggung Tia.
"Udah?"
"Iya."
Dia langsung melompat ke udara, diikuti Asri di belakangnya membawa barang-barangku. Kami semua bergerak menjauhi sekolah.
Sungguh menakjupkan, Aku terbang menuju rumah dari sekolah. Ini bukan hal biasa, kusaksikan setiap jalan yang kulewati dengan sudut pandang yang berbeda dari biasanya.

Upper Cloud

Tidak ada komentar:

Posting Komentar